Begitulah kira-kira nama yang akan saya berikan kepada kedua anak saya yang kembar. Mereka diketahui kembar setelah usia kehamilan isteri saya sekitar 8 minggu. Tidak dapat diucapkan dengan kata-kata, bagaimana saya dan isteri begitu bahagianya mendengar apa yang dikatakan dokter ketika kami memeriksa kondisi kehamilannya saat itu.
Saat itu dokter mengingatkan kami bahwa 50% kemungkinan bayi kembar dapat bertahan kedua-duanya hingga saat dilahirkan. Dan kemungkinan lain adalah salah satunya tidak dapat bertahan dan akhirnya meninggal. Salah satu penyebab kegagalannya adalah nutrisi yang diserap oleh bayi tidak sesuai dengan kebutuhan nutrisi untuk perkembangannya di dalam rahim. Untuk itu sang ibu harus benar-benar memperhatikan pola makan dan kondisi pikirannya.
Perkataan dokter tersebut sangat kami indahkan. Saya dan isteri selalu memperhatikan nutrisi yang dikonsumsi isteri saya. Dan Alhamdulillah, selama tiga bulan pertama (Trimester I), kondisi janin dalam rahim isteri saya sehat kedua-duanya. Namun tepat pada usia 14 minggu si kembar, saya harus pergi ke Kalimatan selama 3 bulan untuk dinas dari kantor.
Saya dan isteri tinggal di Ciganjur, Jakarta Selatan, hanya berdua saja. Sehingga setelah kepergian saya ke Kalimantan, dia harus sendirian merawat bayi-bayi kami dalam rahimnya. Hal yang membuat saya sangat khawatir pada kondisi perkembangan sang janin.
Sebenarnya saya sangat bersyukur bahwa dalam 1 bulan pertama kepergian saya, dia masih bersemangat. Dan saat pemeriksaan kandungan memasuki minggu ke 17 kehamilannya, bayi kami masih menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Kondisi kedua-duanya malah melebihi umur janinnya. Berita baik ini juga saya terima saat isteri saya memeriksakan kehamilannya 4 minggu kemudian atau 21 minggu umur bayi kami. Dan pastinya saya sangat senang.
Namun cerita berubah, setelah hampir dua bulan saya pergi, isteri saya sering mengeluh bahwa dia merasa kesepian. Dan ia terkadang tidak berselera untuk makan. Apalagi dia sedang mengikuti pelatihan yang membutuhkan pikiran yang lebih. Sehingga saat itu saya memutuskan untuk cuti seminggu untuk menjenguk kondisi isteri dan anak-anak saya.
Saya sangat bersyukur setelah akhirnya dalam dua bulan terakhir saya dapat melihat kondisi anak saya melalui USG. Keterangan dari sang dokter yang saat itu memeriksa kondisi janin bahwa mereka berdua dalam keadaan baik2 saja. Dan usia janin adalah sekitar 25 minggu. Dan sehari setelah pemeriksaan itu saya kembali ke Kalimantan untuk menyelesaikan pekerjaan saya.
Namun apa hendak dikata, empat minggu yang saya lewatkan dengan penuh semangat untuk menyelesaikan pekerjaan saya hingga keinginan untuk segera pulang dapat terwujud, dibayar dengan sebuah kesedihan yang sangat mendalam. Satu hari setelah kepulangan saya, tepatnya 11 Februari yang lalu, saat saya dan isteri memeriksa kehamilannya, ternyata dokter memfonis bahwa salah satu bayi kami tidak dapat bertahan. Dan saat itu seluruh aktifitas organ dalam tubuhnya sudah berhenti.
Sungguh sangat menyakitkan bagi saya, apalagi isteri saya. Terlebih ternyata bayi kami yang satu meninggal seminggu setelah kepulangan saya kembali ke Kalimantan atau pada usianya sekitar 26 minggu. Isteri saya pun tidak dapat menahan tangis. Walaupun begitu kami harus kuat dan dapat menerima kenyataan ini. "Selamat Jalan Rafif, Anakku Sayang!" hanya itu yang mungkin dapat saya katakan. Semoga Allah memberikan kami kesabaran menghadapinya dan dapat mempertemukan kami di hari Akhir kelak. Amiin ya Allah..
Posting Komentar
Pengunjung yang baik akan meninggalkan komentar :)